Kelompok Masyarakat Adat
Kumapo Lambuya Selatan
SEKILAS
PROSES PENGINGKARAN ATAS HAK TANAH ADAT
MASYARAKAT ASLI LAMBUYA SELATAN
B. Deskripsi Proses:
Kaitan dengan Tanah di Masyarakat TOLAKI (Sultra)
Secara historis, masyarakat adat di Lambuya
Selatan, khususnya pada 7 desa, telah bermukim
sejak tahun 1800-an. Ini dibuktikan dengan cerita
yang turun temurun dan yakini generasi saat ini,
dimana ketika meninggalnya "Mbeuno
Kambo" (Orang Tetua di kampung saat itu)
bersamaan dengan berjatuhannya banyak korban jiwa
akibat terjadinya hujan debu (peristiwa ini
dimasyarakat Adat Lambuya Selatan disebut
"TUDU ANO AWU"). Menurut perkiraan
masyarakat disana peristiwa Hujan debu bertepatan
dengan meletusnya Gunung Krakatau tahun 1883.
Mata pencaharian warga disana umumnya bercocok
tanam, dengan ladang berpindah, dengan berbagai
bukti tanaman-tanaman keras/jangka panjang di
sana. Karena kondisi geografis Lambuya Selatan
banyak rawa-rawa, maka disamping bercocok tanam,
masyarakat Lambuya Selatan banyak memanfaatkan
ikan-ikan dirawa secara arif. Yang sekarang
menjadi wilayah Taman Nasional Rawa Opa. Beberapa
aturan adat kaitannya dengan tanah yang berlaku
di Suku TOLAKI, khususnya masyarakat adat Lambuya
Selatan:
1. WALAKA
adalah jenis lahan bekas perladangan berpindah
yang pada saat tertentu akan kembali digunakan
lagi (Secara Rotasi),dan sambil menunggu waktu
berladang lagi, biasanya lahan tersebut digunakan
untuk pengembalaan ternak, yang batasnya ditandai
dengan batas-batas rawa, sungai, dan pohon-pohon
besar.
2. WAWORAHA
adalah bekas ladang perladangan berpindah yang
sudah ditumbuhi/di-tandai dengan tanaman keras
seperti; Kelapa, Mangga, Langsat, Durian, dan
biasanya wilayah tersebut dijadikan perkampungan
sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk.
3. KUMAPO
adalah lokasi perkuburan yang secara adat diakui
dan dipertahankan ke-beradaannya, sangat
berkaitan dengan hal-hal mistik.
4. AEPA
adalah areal/lokasi yang banyak ditumbuhi dengan
sagu-sagu sebagai makanan pokok suku Tolaki. Dan
biasanya lahan sagu tersebut dimiliki oleh
turunan yang berpengaruh disatu wilayah, namun
pemanfaatannya bisa saja diambil oleh masyarakat
pada strata biasa untuk dikonsumsi. Sedang jika
masyarakat mengolah untuk dijual, maka harus
minta izin kepada si pemilik.
5. Serta berbagai jenis tanah adat
lainnya seperti; POTISO, OBETA, ANA- HOM, dan
INOTO.
Tokoh masyarakat adat yang tertua saat ini
Lambuya Selatan merupakan generasi ke-V (Lima),
ini dapat dibuktikan dengan berbagai macam
kuburan berdasar tingkat generasi dan merupakan
bukti bagaimana masyarakat adat Lambuya Selatan
sejak dahulu menempati dan mengolah Tanah dan
Hutan diwilayahnya secara turun temurun, antara
lain;
1. Makam TEPORO
adalah kumpulan kuburan dari generasi Pertama
yang letaknya sekitar 20 km dari perkampungan
saat ini.
2. Makam LALOWARU
adalah kumpulan kuburan dari generasi ke Dua yang
letaknya sekitar 15 km dari perkampungan
sekarang.
3. Makam KUARAKOWAONE
adalah kumpulan kuburan dari generasi ke Tiga
yang jaraknya sekitar 8 km dari perkampungan
sekarang.
4. Makam POMASEA
adalah kumpulan kuburan dari generasi ke Empat
yang jaraknya sekitar 2-3 km dari perkampungan
sekarang.
Kontradiksi Soal Tapal Batas
Dengan kerja sama yang rapi, upaya menggusur
tanaman, kuburan dll diwilayah Lambuya Selatan
oleh pihak PT. SMB merupakan cara sistimatik
dengan bantuan Pemda agar Tapal Batas dan
bukti-bukti tanaman produkti warga yang sudah ada
dapat dihilangkan jejaknya. Arogansi pihak PT.
SMB kembali diperlihatkan dengan tidak mengakui
pengukuran yang dilakukan oleh BPN. Dan tanpa
koordinasi dengan instansi terkait termasuk
kepala desa dan camat, PT. SMB dengan berlindung
pada kekuasaan melakukan pengukuran sendiri. Dan
selanjutnya hasil pengukuran PT. SMB sangat
manipulatif, dimana rawa-rawa yang penuh sagu dan
sudah ditimbun serta wilayah berbukit lainnya
tidak diakui sebagai wilayah lokasi perkebunan,
sementara pihak PT. SMB sudah melakukan
penggusuran.
Dan terakhir bukit-bukit yang dianggap tidak
layak ditanami tebu, ternyata saat ini sudah
penuh dengan tanaman tebu. Dalam proses
penguasaan tanah secara besar-besaran di Lambuya
Selatan, maka untuk melegatimisi posisi PT. SMB,
maka Bupati Tk II Kendari menyampaikan bahwa
tanah milik masyarakat hanya 500 meter dari as
jalan, sedang sisanya adalah milik negara. ,
sementara masyarakat selama ini sudah
memanfaatkan puluhan tahun. Dan merupakan sumber
kehidupan satu-satunya di Lambuya Selatan.
Penegasan bupati tersebut berdasarkan SK Tahun
1969. Sedang masyarakat bertahan dengan bukti
tapal batas yang dibuat oleh pihak Kehuatanan
yang jaraknya 4-5 Km dari As Jalan. Sementara
dari keterangan salah seorang saksi hidup di
Kendari(Mantan Pegawai Agraria) bahwa pemasangan
tapal batas tahun 1969 tidak dimusyawarahkan
dengan masyarakat adat setempat. Pemasangan tapal
batas hanya keinginan sepihak penguasan saat itu.
SOAL LAHAN REBOISASI
Sekitar tahun 1970-an akhir, program reboisasi
dari kanwil kehutanan TK l Sultra menjadikan
wilayah Lambuya Selatan sebagai sasaran program.
Karena wilaya tersebut waktu itu banyak terdapat
lahan tidur (diberokan) dengan maksud lahan
masyarakat yang disuburkan (sebagai budaya lahan
berpindah). Disamping itu lahan yang kosong
tersebut, memang sudah lama tidak diolah
masyarakat, berhubung wilayah Lambuya Selatan
merupakan wilayah kerja pemberontak DI/TII yang
terkenal di Sulawesi Selatan dan Sulawasi
Tenggara sejak tahun 1950-an sampai tahun 1964.
Mengakibatkan mayorias penduduk asli (masyarakat
adat) Lambuya Selatan banyak meninggalkan kampung
untuk mengamankan diri. Akibat traoma yang
berkepanjangan, banyak penduduk yang enggan
pulang kembali ke Lambuya Selatan.
Dengan program Reboisasi tersebut, masyarakat
Adat Lambuya Selatan pada generasi ke lima dan ke
enam telah menghasilkan dan menikmati berbagai
jenis tanaman produktif (marica, jambu mente
dll). Namun saat PT. Sumber Madu Bukari sudah
menggusur semua tanaman masyarakat, pihak Pemda
dan PT. SMB menganggap bahwa Lahan Reboisasai
tersebut sebagai milik Kehutanan (milik negara /
tanah bebas). Dan menurut pengacara PT. SMB,
Yusuf,SH, bahwa lahan reboisasi tersebut sudah di
bayar ke Menteri Kehutanan.
Kelompok Masyarakat Adat Kumapo Lambuya Selatan,
(ARIFUDDIN/Ketua/Pabitara) (SARKUN.M/Sekretaris)
Pengantar A. Kronologi
Kasus B.
Deskripsi Proses
Alamat Kontak:
Kelompok Masyarakat Adat Kumapo Lambuya Selatan
d/a. Kantor WALHI SULTRA (alamat sementara)
Jalan Bunga Matahari No. 42 C. Kendari.
Fax : (0401) 25451.
E-mail: sama@kendari.wasantara.net.id
|