Kelompok Masyarakat Adat
Kumapo Lambuya Selatan
KRONOLOGIS TERJADINYA
KASUS PENGANIAYAAN TERHADAP WARGA LAMBUYA SELATAN
YANG MENYEBABKAN WARGA MELAKUKAN PEMBAKARAN
BASECAMP PT. SUMBER MADU BUKARI (INVESTOR TEBU)
Akhir Desember 1997
Setelah pulang dari Jakarta melakukan safari
dialog kebijakan di Komnas HAM, DPR-Pusat dan
MENDAGRI, 4 (empat) tokoh masyarakat Lambuya
Selatan, mengumpul masyarakat di Desa Motaha
untuk menyampaikan agar warga tetap bersabar,
karena instansi yang didatangi di Jakarta sudah
berjanji akan membantu menyelesaikan masalah
rakyat di Lambuya Selatan yang sudah berlangsung
19 bulan dan belum ada tanda-tanda selesai.
Tanggal 14 Pebruari 1998
Kelompok Masyarakat Adat Kumapo Lambuya Selatan,
menerima tembusan surat Komnas HAM yang ditujukan
ke Gubernur Sulawesi Tenggara, agar masalah
Lambuya Selatan secepatnya diselesaikan.
Tanggal 22 Januari 1998
Di saat masyarakat dengan sabar menunggu
realisasi musyawarah kembali dan tindak lanjut
janji Komnas HAM dan Mendagri untuk membantu
warga lambuya, Gubernur Sultra (Drs. H Laode
Kaimoeddin) membuat pernyataan resmi di koran
lokal "Media Kita" bahwa masalah
Lambuya Selatan sudah selesai. Dan tidak ada
pelanggaran HAM dalam masalah ganti rugi tanah di
perkebunan tebu dan pabrik gula PT SMB di
Kecamatan Lambuya. Pada koran dan hari yang sama,
Gubernur juga menyatakan bahwa Komnas HAM tidak
segampang itu mencampuri masalah kasus ganti rugi
tanah di Lambuya Selatan.
29, 30, 31 Januari 1998
Akibat pernyataan Gubernur, ditambah dengan
ketidak hadiran Komnas HAM sesuai janjinya,
masyarakat korban di Lambuya Selatan mulai merasa
frustrasi. Dan untuk meredam rasa prustrasi
warga, Pak Saloko dan Pak Arifuddin (Tokoh
masyarakat di Lambuya) mengadakan pertemuan di
rumah Pak Saloko selam 3 hari berturut-turut.
Dari pertemuan tersebut mereka sepakat untuk
menanami kembali tanaman produktif lahan-lahan
yang sudah digusur dan belum dibayar.
6 Pebruari 1998
Kesepakatan warga belum terealisasi, pada hari
Jumat (sekitar pukul 10.00/pagi), RELAS dan
YUSRAN (keduanya warga Desa Puao) yang sementara
MANOKO (baca: mengola) SAGU untuk makanan
sehari-hari, melihat TRAKTOR milik PT SMB
sementara menggusur tanah yang belum diganti
rugi. Selanjutnya RELAS dan YUSRAN meminta kepada
operator Traktor PT SMB agar menghentikan
penggusuran. Karyawan PT SMB tersebut kemudian
pulang ke BaseCampdan melapor ke oknum aparat
Militer (Yonif 725 Woroangi) yang selama ini
bertugas /digunakan PT SMB. Selang beberapa menit
2 oknum militer/tentara memanggil RELAS dan
YUSRAN agar ke BaseCamp PT SMB untuk musyawarah.
Sesampai di BaseCamp PT. SMB, kedua warga (RELAS
dan YUSRAN) langsung dipukuli oleh 2 oknum
militer/tentara hingga RELAS memuntahkan darah.
Setelah oknum tentara bosan memukul, mereka
dibiarkan pulang. Sesampai di kampung, keduanya
menyampaikan nasibnya ke ARIFUDDIN (Ketua
Kelompok Kumapo Lambuya Selatan). Dan pada hari
itu juga Arifuddin mengantar ke duanya ke Rumah
Sakit Kendari (Ibukota Propinsi). Selanjutnya
ARIFUDDIN membawa hasil visium dokter ke kantor
POM (Polisi Militer). Sampai saat ini hasil
visium dokter disimpan oleh SERTU. SARMINTO
(anggota POM Kendari).
Tanggal 7 Pebruari 1998
Akibat penganiayaan 2 warga tersebut, maka Kepala
Desa PUAO (Abd. Hafid Makati) melapor ke Camat
Lambuya (Nomor surat : 140/11/DPO/II/1998). Dan
ditembuskan ke Kantor Pemerintahan Daerah, DPRD
dan pihak Keamanan.
Tanggal 15 Pebruari 1998
Pagi hari
Karena pihak Pemda dan Keamanan tidak peduli atas
proses penganiayaan dan perlakuan sewenang-wenang
terhadap 2 warga yang dilakukan oleh pihak PT SMB
(dengan menggunakan Militer), akhirnya dengan
spontan masyarakat yang selama ini sudah berada
dalam keadaan sulit dan tertekan menumpahkan
amarahnya dengan membakar BaseCamp PT SMB, dan
hanya menyisahkan satu bangunan Mesdjid. Dari
informasi masyarakat, diperkirakan 500 ratus
orang dari 4 desa yang bertetangga berpartisipasi
dalam aksi tersebut.
Pukul 1.00 (siang)
Keadaan normal kembali, karena kehadiran pasukan
tentara dari Batalyon 725. Dan telah ada
kesepakatan damai di lokasi kejadian.
Pukul 3.00 (sore)
Empat (4) orang aparat keamanan (tentara) dengan
bersenjata lengkap, menangkap paksa ARIFUDDIN
(Ketua Kelompok Masyarakat Adat Kumapo Lambuya
Selatan) di rumahnya. Dan dibawah keKantor PT SMB
(di Desa Lamooso). Istri Pak Arfuddin mencoba
menghalangi usaha penangkapan paksa terhadap
suaminya, tetapi sala satu oknum ABRI menodongkan
senjata di kepala istri Pak Arifuddin. Sekitar
300 warga yang mengetahui penangkapan tersebut
selanjutnya berjalan kaki ke Kantor PT SMB tempat
Pak ARIFUDDIN di giring menggunakan motor dengan
todongan senjata. Karena jarak rumah Pak
ARIFUDDIN dengan kantor PT SMB melewati 2 Desa,
maka waktu yang cukup lama (sekitar 1,5 jam)
sebelum warga tiba di Kantor PT SMB, dimanfaatkan
oleh oknum aparat keamanan/militer dan oknum
karyawan PT SMB menganiaya Pak ARIFUDDIN.
Proses Penganiayaan (diceritakan
langsung PAK ARIFUDDIN) sbb:
Saat tiba di Kantor PT SMB. Pak Arifuddin
langsung di suruh telanjang dengan tinggal celana
kolor. Kemudian SEPATU LARAS TENTARA dan pukulan
bertubi-tubi menghantam badannya. Melihat Pak
Arifuddin sudah kesakitan, selanjutnya oknum
tentara dibantu salah seorang karyawan PT SMB
berniat menggondol rambut Pak Arifuddin dengan
KOREK API. Karena rambut Pak Arifuddin tidak
terbakar, oknum tentara tersebut, membuka cincin
Pak Arifuddin. Dan selanjutnya Pak Arifuddin
dicukur gondol dengan menggunakan SANGKUR. Belum
puas dengan itu semua, selanjutnya Pak Arifuddin
di jemur dihalaman Kantor sampai warga yang tadi
berjalan kaki ti ba di Kantor PT SMB.
Sekitar pukul 04.30 sore saat massa tiba di
Kantor PT. SMB dan meminta agar ARIFUDDIN di
lepas, aparat Militer tersebut memasukkan
Arifuddin ke Mobil dengan rencana akan di bahwa
ke Markas Militer Yonif 725 Boro-Boro. Saat mobil
yang membawa Pak Arifuddin lewat di Desa
Landabaru, massa yang sudah mengetahui bahwa Pak
Arifuddin ada diatas, dengan mblokir jalan, massa
meminta agar Pak Arifuddin di turunkan. Kemudian
mobil kembali ke Kantor PT SMB. Dan selanjutnya
dengan jaminan Pak Camat kepada warga, Pak
Arifuddin di bawah ke Kapolsek di Lambuya. Dari
informasi warga yang dihimpun, diketahui bahwa
pihak keamanan merencanakan akan menangkap
tokoh-tokoh Lambuya Selatan yang selama ini
berkeras berjuang sampai ke Jakarta.
15 Pebruari 1998
Giliran Pak SALOKO (69 tahun), sesepuh masyarakat
adat Lambuya Selatan(yang ikut menghadap Komanas
HAM di Jakarta), menjadi sasaran oknum aparat
keamanan untuk diciduk.
Saat Pak Saloko sementara tidur, 1 mobil tentara
berisi 4 orang personil lengkap dengan senjata
datang dirumah Pak Saloko. Orang pertama yang
mereka dapat dirumah tersebut adalah HANAPIAH
MAKITY (wanita) yang selama ini bersama bapaknya
tidak pernah berhenti berjuang untuk warga di
Lambuya Selatan sampai ke Jakarta. Saat HANAPIAH
ditarik ke mobil dengan todongan senjata,
tiba-tiba Pak Saloko sudah muncul dihalaman rumah
dengan sebilah parang meminta anaknya dilepas.
Melihat Pak SALOKO sudah keluar rumah, Hanapiah
dilepas. Selanjutnya 2 oknum tentara meminta izin
ke Pak SALOKO untuk bisa masuk ke rumah. Saat di
dalam rumah, oknum tentara tersebut meminta Pak
Saloko agar ikut Kantor karena ini perintah
Komandan mereka. Namun saat Pak SALOKO menanyakan
surat perintah penangkapan atas dirinya, ke dua
oknum tersebut tidak bisa memperlihatkan.
Akhirnya dengan garang Pak SALOKO mengangkat
parangnya dan mengusir 2 oknum tentara tersebut
untuk meninggalkan rumahnya. Setelah kejadian di
rumah Pak Saloko, warga lain yang direncanakan
diciduk tidak terjadi lagi.
Pada hari itu juga, Pak Saloko mengutus salah
seorang warga untuk menyampaikan kejadian
terakhir ke Kantor WALHI Sultra di Kendari, dan
meminta agar dikontakkan dengan pengacara.
Mendengar berita tersebut, Tim ED WALHI Sultra,
turun ke Lambuya Selatan untuk mendengar dan
melihat langsung apa yang terjadi. Saat Tim ED
WALHI Sultra tiba di Lambuya Selatan. Sekitar 300
ratus warga sudah bersiap-siap ke ibukota
Kecamatan untuk meminta Pak Arifuddin dipulangkan
ke kampung. Melihat kondisi yang kurang baik, Tim
ED WALHI Sultra meminta kesabaran warga untuk
membatalkan rencana mendatangi Kapolsek Lambuya.
Tim berjanji akan menghubungi pengacara untuk
melepas ARIFUDDIN.
21 Pebruari 1998
Saat Pak Arifuddin masih di Polsek Lambuya, dan
pengacara sementara negosiasi, tiba-tiba 5 warga
Lambuya Selatan yakni ; Pak SALOKO, HANAPIAH
MAKATY, Pak SABEA, YUSRAN,.dan RELAX (korban
penganiayaan Tentara) dipanggil Koramil dan
Kapolsek untuk dimintai keterangan berkaitan
dengan kasus pembakaran.
Ternyata ke 5 warga tersebut, tidak kembali lagi
dan tinggal bersama-sama Pak Arifuddin di Polsek
Lambuya. Alasan pihak keamanan tidak
mengembalikan mereka kekampung, karena jika
mereka ada di kampung, maka acara Pemasangan
Tiang Pancang PT. SMB (22 Pebruari 1998) bisa
terganggu.
28 Pebruari 1998
Ke 7 tokoh masyarakat adat Lambuya Selatan pulang
ke kampung. Selama mereka ditahan di ibukota
Kecamatan biaya makan ditanggung sendiri oleh ke
7 warga tersebut.
22 Juni 1998
Pak ARIFUDDIN, Pak SALOKO dan HANAPIAH MAKATY,
dipanggil oleh Kapolsek Lambuya untuk diminta
keterangan soal Pembakaran BaseCamp PT SMB.
Sesampai di Kantor POLSEK, selanjutnya mereka
tiba-tiba di bawah ke Kantor Kejaksaan di
Kendari.
23 Juni 1998
Tanpa surat panggilan dan surat penahanan, ke
tiga tokoh masyarakat tersebut langsung
dijobloskan ke penjara Rutan (LP) Kendari.
29 Juni 1998
Warga pada 6 desa di Lambuya Selatan sudah tidak
sabar karena proses negosiasi Pengacara Lokal
yang tergabung dalam TPMLS belum membuahkan
hasil. Akhirnya sekitar 400 warga Lambuya Selatan
dengan menggunakan sekitar 7 truk datang ke
Kendari didampingi oleh ratusan aktivis mahasiswa
dari GMPR (Gerakan Mahasiswa Pro Reformasi)
mendatangi Kantor kejaksaan. Massa mempertanyakan
proses penahanan ke 3 tokoh Lambuya Selatan dan
meminta segera melepaskan. Tetapi pihak kejaksaan
menyampaikan bahwa BAPnya ada di Pengadilan.
Sebelum ke kantor Pengadilan, massa singgah di
kantor POM-ABRI dan meminta agar oknum ABRI yang
telah melakukan penganiayaan dan penyiksaan
terhadap warga di Lambuya Selatan agar di proses
dan diadili.
Sesampai di kantor Pengadilan Negeri Kendari,
massa meminta segera bertemu dengan Kepala
Pengadilan. Kepala Pengadilan juga merasa kaget,
karena BAPnya baru diterima hari itu sementara 3
tokoh Lambuya Selatan sudah ditahan 6 hari di LP
(Rutan) Kendari. Akibat desakan ratusan massa
yang sudah kalap, akhirnya hari itu juga ke 3
(tiiga) tokoh masyarakat adat Lambuya Selatan
dilepas dan pulang ke kampung.
7 Juli 1998
Dimulainya Sidang I Kasus Pembakaran BaseCamp PT
SMB dengan terdakwa ke 3 Tokoh masyarakat
adat/asli Lambuya Selatan.
Persidangan I tersebut dihadiri oleh ratusan
warga dari Lambuya Selatan.
13 Juli 1998
Sidang ke II digelar dengan mendengar ESEPSI
(pembelaan) yang dibacakan oleh TIM
Pengacara.Rencana sidang dilanjutkan pada hari
Kamis (16 Juli 1998) untuk mendengar jawaban
Jaksa Penuntut.
PERTANYAAN WARGA SETIAP SAAT : " KAPAN
OKNUM ABRI DAN OKNUM KARYAWAN PT SMB YANG
MELAKUKAN PENGANIAYAAN DAN PENYIKSAAN TERHADAP 3
WARGA LAMBUYA SELATAN (ARIFUDDIN, RELAS DAN
YUSARAN) AKAN DIADILI ".
Kronologis diatas dibuat berdasarkan
investigasi langsung dan laporan masyarakat.
Serta dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Salam Reformasi Sejati,
HARRIS PALISURI
Contact Person
Alamat Kontak:
Kelompok Masyarakat Adat Kumapo Lambuya Selatan
d/a. Kantor WALHI SULTRA (alamat sementara)
Jalan Bunga Matahari No. 42 C. Kendari.
Fax : (0401) 25451.
E-mail: sama@kendari.wasantara.net.id
|